Love From My Heart Oleh: Endik Koeswoyo (Bag 9)

Diposting oleh den_holic on Jumat, 24 Agustus 2012

 Hari telah beranjak sore saat Jack dan Pay datang. Mereka berdua duduk disofa melepas lelah. Sepertiga menit kemudaian Arif datang dan langsung bergabung dengan mereka. Wajahnya memerah karena sengatan matahari yang bercampur debu jalanan.

 “Mana Han?”

 “Emang aku bapaknya?” Jawaban Pay itu mebuat mereka tertawa.

 “Tumben Rif kuliah sampai sore?”

 “Lagi banyak tugas Jack.”

 “Coba lihat Han dikamarnya, siapa tau dia pingsan.”

 “Iya Rif, seharian tidak keluar betah banget ya tuh anak?”

 Arif melangkah masuk, membuka pintu kamar Han pelan-pelan. Dia tersenyum melihat sahabatnya tertidur, apalagi seorang gadis memeluknya dengan erat. Dia menutup kembali pintu kamar itu pelan-pelan agar tidak mengusik mimpi sahabatnya yang sedang berdua dengan gadis itu.

 “Sst…jangan berisik, Han lagi tidur,” Arif kembali pada kedua temannya diruang tamu.

 “Hah…jam segini belum bangun?”

 “Pelan-pelan Pay, dia sedang dipeluk bidadari cantik.”

 “Siapa?” sepertinya Jack juga penasaran.

 “Tuh cewek yang semalam tidur dengannya.”

 “Nina?” mereka berdua menanyakan hal yang sama.

 “Iya.”

 “Wah…kita bakal bisa menepis gossip nih,” Pay tertawa pelan.

 “Gosip apa?” sambil mendekatkan kepalanya pada Pay.

 “Gosip kalau kita homo Jack…ha…ha….”

 Mereka bertiga tertawa terbahak-bahak, lalau sebentar kemudian mereka terlihat sedikit menahan tawa.

 “Iya…kita akan punya seseorang yang merawat bunga-bunga ditaman, terus, akan ada yang membuatkan kopi saat bangun tidur, terus…akan ada yang nyapu dan bersih-bersih rumah, ha…ha…” Jack tampak mebayangkan sesuatu.

 “Ssst…pelan-pelan kalau mereka bangun bisa kacau,” Arif meminta kedua sahabatnya untuk mengurangi volume suara mereka.

 Sepertinya mereka sangat bahagia dengan kehadiran Nina. Sepertinya pula mereka sangat merindukan seorang wanita diantara mereka.

 “Eh…kalian sudah datang?” Suara itu sangat mengejutkan obrolan mereka bertiga.

 “Sudah bangun Nin, sini ngobrol ama kita-kita,” Jack langsung berdiri, menyambut kehadiran Nina yang muncul tiba-tiba. Mempersilahkan wanita itu duduk didekat mereka.Nina hanya bisa tersenyum. Dia tidak menyangka sambutan yang di dapatnya sangat hangat.

 “Terimakasih ya Jack.’’

 “Biasa aja, anggap rumah sendiri,” kata Jack lagi.

 “Belum mandi ya?”Pay ikutan mengajukan sebuah pertanyaan.

 “Iya Pay” Jawaban itu tentu saja diikuti dengan senyum yang malu-malu.

 “Boleh kok mandi disini.”

 “Tidak membawa peralatan mandi, lagian juga mau pulang.”

 “Pulang?” Ketiga sahabat itu saling memandang mendengar jawaban Nina.

 “Jangan pulang dulu, pakai peralatan madiku saja.” Arif dengan senang hati menawarkan peralatan mandinya.

 “Apa mau diambilkan ditempatmu?”  Jack tidak kalah serunya dalam menawarkan jasanya.

 “Tak beliin aja ya, butuh apa saja?”

 “Ah…kalian jangan bercanda dong!”

 “Tidak, kami tidak bercanda,” sepertinya jawaban Jack memang serius, apalagi diikuti anggukan kedua temannya.

 “Nggak usah repot-repot, pakai punya Han juga tidak apa-apa,” pipi gadis itu memerah, sebuah tanda kalau dia malu atau tersanjung dengan perkataan teman-temannya itu.

 “Kamu mandi dulu biar aku mengambilkan pakaianmu di-kost ya?” Pay langsung berdiri, bersiap untuk berangkat.

 “Ah…tidak usah Pay, merepotkan saja.”

 “Tidak apa-apa, biar aku ambilkan pakaianmu.”


 “Ah…jadi merepotkan kalian semua.”

 “Tidak apa-apa, asalkan nanti kita masak bersama dan makan malam bersama.

  Bagaimana setuju?” Pay meminta pendapat mereka.

 “Setuju….” Jawaban itu keluar dari mulut Jack dan Arif.  Sementara Nina hanya tersipu malu. Pancaran binar bahagia terlihat jelas di wajahnya.

 “Bagai mana Nin setuju tidak?”

 “Eh…bagaimana ya?” Nina tampak semakin malu-malu mau.

 “Setuju aja deh.”

 “Iya deh Pay, tapi ini tidak merepotkan kalian kan?”

 “Tidak,’’ lagi-lagi tanpa dikomando mereka mengeluarkan  jawaban yang sama.  Nina melangkah masuk lagi kedalam kamar, memandang Han yang masih terlelap tidur sore itu. Menutup kembali pintu kamar, lalu membuka pakaiannya didepan cermin, mengambil handuk dan melilitkannya ditubuhnya yang sintal itu. Melangkah lagi menuju kamar mandi. Setelah mandi dia kembali lagi, duduk didepan cermin. Membuka tas kecilnya, mengeluarkan beberapa alat rias. Menyisir rambutnya yang basah, memakai bedak dan sedikit lips ice.

 Sepertinya Han telah membuka matanya dari tadi walau tidak beranjak dari tempatnya semula. Han terkejut melihat Nina duduk didepan cermin, apalagi gadis itu hanya mengenakan haduk yang menutupi sebagian tubuhnya. Han menatapnya dari atas tempat tidur. Nina masih saja asyik dengan cermin didepannya tanpa tau sepasang mata mengamatinya. 

Pintu kamar itu diketuk pelan.

 “Nin…in bajumu, kutaruh didepan pintu.”

 Sepertinya itu suara Pay, Nina melangkah kearah pintu. Melihat gadis itu berdiri, Han memejamkan mata lagi. Setelah mengambil sebuah tas didepan pintu, Nina kembali lagi kedepan cermin, melihat kearah Han yang masih terbaring. Dia tersenyum karena mengira pemuda itu belum bangun. Dilepaskan handuk itu, membuka tasnya dan mulailah dia mengenakan pakainnya satu persatu. Sementara Han hanya bisa melihatnya, melihat gadis itu berpakaian sambil sesekali menarik nafas panjang. Setelah yakin rapi, Nina melangkah kearah pemuda yang pura-pura tidur. Mencium keningnya dengan mesra.

 “Han…bangun sudah sore.”

 Han membuka mata, memandang gadis cantik itu. Ada semacam perasaan yang berkecamuk dihati, sepertinya sebuah pertanyaan  ”apa yang baru saja kulihat benar-benar dia?’. 

Han bangun, beranjak dari tempat tidur. Tanpa sepatah katapun dia lalu berdiri, mengambil handuk yang ada dikursi dan pergi kekamar mandi.

{ 0 komentar... read them below or add one }