Love From My Heart Oleh: Endik Koeswoyo (Bag 2)

Diposting oleh den_holic on Senin, 05 Desember 2011

      “Han lihat…gadis secantik dia terkena HIV positif!” Arif menyodorkan koran yang dibacanya.
     “Mana?” Han mengambil koran pagi itu dari tangan Arif dan membacanya, lalu melihat foto wanita dengan rambut sebahu itu.
      “Han…apa ada ya yang mau menikah sama dia?”
      “Mungkin juga  ada,” Han masih saja membacanya.
      “Kasihan ya?” Arif menghela nafas panjang.
      “Tidak juga, aku hanya salut dengan kata-katanya.”
      “Mana Han?”
     “Nih…’Aids hanya untuk orang-orang yang berdosa saja’!”  menunjukan tulisan yang dimaksud pada sahabatnya yang sedang menikmati masakan Padang itu.
      “Apa benar?” Arif mengerutkan dahinya.
    “Ya…siapa yang tau Rif, mungkin benar mungkin juga salah,” Han menarik nafas panjang. “Tapi seandainya aku bertemu dengannya, aku mau menikahinya?” lanjutnya lagi.
     “Hah…menikahinya?” Arif seakan tidak percaya pada kata-kata sahabatnya.
     “Kenapa?” Han tersenyum sembari melirik Arif yang sepertinya terkejut dengan kata-katanya.
     “Kamu akan menikahinya?” Tanya Arif sekali lagi.
     “Iya!” Han menjawabnya dengan tegas.
     “Gila…apa tidak ada wanita lain?”
    “Bukan begitu masalahnya, lihat dia berkata –bila ada lelaki yang mau menikahinya itu adalah mukzijat dari Tuhan, siapa tau mukzijat itu adalah kamu atau aku?”
    Mendengar kata-kata itu Arif terdiam sejenak. Angin yang menerobos dinding bambu membuat bulu kuduknya berdiri sesaat secara tiba-tiba.
    “Tapi apa kamu mau bermain-main dengan nyawamu?”
    “Hidup mati seseorang ditentukan oleh Sang Pencipta, benarkan?”
   "Tapi sekarang bukan jamannya Cinderella, tidak ada lagi sepatu kaca yang mempertemukanmu dengan sang putri, tidak ada pula pangeran yang akan datang dengan sepatu kacanya! Kalau boleh jujur, cinta itu datangnya dari hati, bukan dari mukjijat.”
    “Maksudnya?” Han mengajukan pertanyaan itu.
   Arif tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya diam mengambil koran dari tangan Han. Lalu membacanya sekali lagi.
    “Rif…seandainya dia datang padamu dan memintamu menjadi suaminya apa kamu mau?”
    “Aku tidak tau,” Arif menghela nafas panjang.
    “Ha…ha…dengan wanita normal saja kamu takut, apa lagi wanita seperti itu.”
    “Kenapa kamu tertawa Han?”
   “Entahlah, aku juga bingung Rif,” Han menghela nafas pelan.  Han menepiskan piring kosong di hadapannya. Diambilnya segelas air putih lalu menenggaknya hingga habis. Arif masih mengamati baris-baris huruf kecil di hadapannya. Setelah membacanya sampai selesai, lagi-lagi pemuda itu menghela nafas. 
   “Sebenarnya, aku nanti harus pulang,” Arif melipat koran itu dan menaruhnya di atas meja. Di samping gelasnya yang juga sudah kosong.  
    “Kemana Rif?”
    “Pulang kampung, aku sudah lama tidak pulang.’’
    “Jam berapa?” tanya Han meyakinkan.
    “Mungkin malam, biar lebih tenang dan bisa tidur di-bus,’’ sahutnya lagi.
     Mereka berdua terdiam, Arif sibuk dengan tusuk giginya, sedangkan Han seakan memikirkan sesuatu yang entah itu apa. Sesuatu yang hanya di ketahui oleh dirinya sendiri, atau bahkan dia juga tidak pernah tau apa yang di lakukannya saat itu.
   “Kamu tidak kekampus?” Pertanyaan itulah yang menyadarkan Han dari diam singkatnya. Matanya kini tidak lagi kosong, ada senyum sahabatnya di sana.
    “Tidak, lagi males Rif.”
    Kedua sahabat itu kini telah berjalan lagi kembali kerumah. Hanya kali ini mereka lebih banyak diam dan membisu.
     “Aku kekampus dulu ya!” celetuk Arif ketika sampai di depan pintu.
     “Ya…,” sahut Han pelan. “Hati-hati, salam buat semuanya,” lanjutnya sesaat kemudian.
     “OK.”
     Arif meninggalkan Han sendiri dirumah itu. Rumah kontrakan mereka berempat, dengan pagar bunga mawar. Sungguh sebuah rumah yang pantas dihuni oleh gadis-gadis cantik. Indah…
    Dari luar terlihat sangat bersih dan rapi, bunga-bunga dihalaman depan tumbuh subur, sepatu tersusun rapi diteras. Sebuah kolam kecil dengan ikan warna-warni. Juga cat warna biru laut menambah suasana romantis yang selalu membawa kedamaian dan ketenangan.
      Memang aneh bila mereka ber-empat belum ada yang mempunyai kekasih. Han adalah pemuda yang lumayan tampan, diusianya yang ke-duapuluh dua ini dia sudah pernah berkeliling keberbagai pulau Jawa, Kalimantan, Sumatra, Bali bahkan pulau Lombok dengan pantai Senggiginya yang Indah, suka menulis cerpen, puisi dan novel. Walau dia menerbitkannya secara indie. Penghasilannya cukup untuk makan atau setidaknya untuk tambahan uang saku. Jack yang anak orang kaya itu juga tidak mempunyai sifat sombong, selalu rapi kemanapun dia pergi. Pay juga sangat ramah tamah, suka humor dan mempunyai hobi yang unik, memelihara hara ikan. Sopan dalam bertutur sapa dan selalu menghormati siapa saja. Begitu juga dengan Arif, sesuai dengan namanya bijaksana walau terkesan agak kaku dalam berbicara, tapi ide-idenya cemerlang, selalu juara didalam kelas. Tapi kenapa tidak satupun gadis mendekati mereka? 
     Terkadang mereka ber-empat bercanda hingga larut malam, sebuah persahabatan yang indah benar-benar indah. Dari berbagai tempat berbeda bertemu disuatu kota dan menjadi teman. Itulah mereka, walau tanpa cinta tetap tersenyum dengan semangat yang sama. Sukses menurut ukuran masing-masing. Menurut mimpi sendiri-sendiri.

{ 0 komentar... read them below or add one }