Love From My Heart Oleh: Endik Koeswoyo (Bag 10)

Diposting oleh den_holic on Jumat, 24 Agustus 2012

 Dimeja makan telah tersedia berbagai menu masakan. Tidak lupa ayam goreng dan sayur asem. Semua telah duduk kursi masing-masing bersiap untuk menyantap makan malam bersama. 

 “Maaf ya bila masakannya kurang enak.”

 “Dari aromanya saja saya sudah tau kalau ini lezat.”

 Jawaban Pay itu diiringi dengan senyum yang lain, termasuk Nina. Walau agak kaku, acara makan malam itu terlihat sangat romantis. Apalagi ditambah dengan alunan merdu lagu klasik dari ruang tengah, Sebuah lilin ditengah meja bulat oval itu dan…kehadiran Nina diantara mereka seakan membawa sebuah kedamaian. Begitulah, suasana menjadi semakin hangat dengan gurauan mereka berlima. Bila biasanya hanya makan diwarung belakang, kini mereka bisa menikmati makan dirumah sendiri, dimeja makan sendiri dan dipiring sendiri. 

 “Ternyata lebih nyaman makan bersama-sama dirumah sendiri ya?”

 “Iya, soalnya kita tidak perlu repot-repot ngantri, dan yang paling penting tidak usah bayar, ha…ha…”

 “Kalo bisa begini terus, mungkin kita akan betah dirumah ini.”

 “Terus yang masak kamu, Pay?”

 “Ha…ha…sepertinya kita harus kursus memasak pada Nina Jack.”

 Nina hanya tersenyum malu, dia melihat kearah Han yang asyik menikmati makan malam itu tanpa banyak bicara seperti teman yang lain. Karena dalam benaknya sedang membayangkan kalau saja Nina adalah gadis dalam Koran itu. Membayangkan kalau gadis itu adalah pemilik sepatu kaca yang selama ini selalu hadir dalam mimpinya.

 “Han…kenapa kamu hanya diam saja?”

 Mendengar pertanyaan Arif itu, Han kaget dan buyarlah semua lamunannya.

 “Ah…aku hanya merasa heran.”

 “Heran dengan apa?”

 “Ya…heran dengan yang masak.”


 “Kenapa Han?”

 “Tidak kusangka Rif, masakannya enak.’’

 “Ha….ha….’’ Mereka tertawa lagi mendengar jawaban itu, dan pastinya tawa itu membuat Nina malu-malu.

 Selesailah sudah acara makan malam pertama itu. Mereka masih saja duduk-duduk melingkar dimeja makan. Menikmati hidangan penutup sambil terus bercengkrama. Nina mulai merapikan piring-piring kotor dan mencucinya. Keempat cowok itu masih asyik menikmati rokoknya masing-masing. Seyum dan tawa mereka penuh dengan kebahagiaan.

 “Nin…setelah ini jangan pulang dulu ya!” tanya Jack singkat.

 “Kenapa Jack?” Nina balik bertanya.

 “Kita harus melihat film drama romantis terbaru,” ucap Jack mantap.

 “Ha…ha…sejak kapan kamu suka nonton film romantis?”

 “Sejak kehadiran Nina, Pay!”

 Disambut tawa yang lain.

 Arif membantu Nina mencuci piring, Pay dan Jack beralih keruang tengah, menyiapkan vcd player.  Jack menggelar karpet dan mengambil beberapa bantal dari kamarnya. Pay mengganti lampu diruangan itu dengan  yang lebih redup. Sungguh suasana yang romantis. Han masih belum beranjak dari tempat duduk dimeja makan. Arif kemudian menyusul kedua temannya keruang tengah.

 “Nin…maafkan teman-temanku, mereka memang usil. Apapun yang dikatakan mereka jangan kamu masukkan kedalam hati ya?”

 Gadis itu hanya menjawab dengan senyum termanisnya. Setelah mencuci tangannya, dia duduk disamping Han.

 “Asalkan kamu senang aku juga senang Han,” kata Nina dengan senym tulus.

 “Tapi Nin?’

 “Sudah tidak usah dipikirkan, aku tidak akan menuntutmu yang macam-macam.”

 Han terdiam, seakan memutar otak untuk mengartikan ucapan gadis itu. 

“Kamu percaya kalau Cinderella mempunyai sepatu kaca?”

“Percaya, aku menyukai cerita itu. Kenapa?”

Pada akhirnya dia hanya tersenyum dan tidak meberikan jawaban atas pertanyaan yang di loontarkan gadis itu. Dia menggandeng tangan gadis itu dan melangkah keruang tengah. Duduk diantara teman-teman. Pemutaran film romantis dimulai, mereka semua terdiam menyaksikan adegan demi adegan. Menikmatinya dan mengapresiasikan dengan imajinasi masing-masing. Hanya sesekali terdengar suara batuk-batuk kecil dari mereka.  

Setelah selesai melihat film itu mereka saling pandang, tersenyum lalu tertawa.

 “Ternyata asyik juga ya?” Arif  bertanya pada sahabat-sahabatnya. Mereka hanya tersenyum.

 “Besok pinjam lagi Pay!”

 Komentar singkat itu sepertinya adalah sebuah komentar yang jujur dari dalam hati. Diawali dengan Jack yang pamit tidur lebih dulu, diikuti Pay dan Arif yang melangkah menuju kamarnya masing-masing. Hanya tinggal Han dan Nina yang kini sedang melihat acara di televisi.

 “Nin…kamu tidur saja dikamarku.”

 “Kamu?”

 “Ah…gampang, aku biasa tidur didepan teve.”

 “Wah…aku paling takut  tidur sendiri, apalagi ini bukan kamarku.”

 Han terdiam, memandang gadis itu, membayangkan betapa hangatnya tidur dipelukannya. 

 “Tapi apa kamu merasa aman bila tidur denganku?”

 “Apa yang harus aku takutkan, buktinya kemarin aku aman-aman saja.”

 Lagi-lagi Han harus terdiam dengan jawaban singkat itu. Dan pemuda itu hanya mampu memandang gadis cantik yang duduk didekatnya. Bajunya yang berwarna merah jambu, serasi dengan kulitnya yang putih bersih.

 “Ya sudah, kutemani. Tapi aku buat kopi dulu ya!”

 Han beranjak dari duduknya, mematikan televisi dan melangkah menuju ke dapur. Nina mengikutinya dan hanya memperhatikan pemuda iru menyeduh secangkir kopi. Setelah selesai mereka lalu masuk kedalam kamar. 

 “Kamu tidur dulu ya, aku harus menyelesaikan tulisanku.”

 Gadis itu merebahkan tubuhnya diranjang, sementara Han duduk menghadap komputernya. Menikmati secangkir kopi panas yang baru di buatnya tadi. Merangkai kata demi kata menyusunnya menjadi sebuah kalimat, lalu tak lama kemudian jadilah sebuah cerita.

 Cukup lama dia duduk ditempat itu, sesekali Han menoleh kearah gadis yang terlelap diranjang.

 Kini Han telah merebahkan tubuhnya disamping bidadari cantik yang terlelap. Mentupkan selimut padanya dan mulailah dia memejam mata. Walau agak sulit pada akhirnya dia juga terlelap.

{ 0 komentar... read them below or add one }